Selasa, 29 November 2016

Sejarah Kesehatan Masyarakat di Indonesia

  • Abad Ke-16 – Pemerintahan Belanda mengadakan upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Sehingga berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.
  • Tahun 1807 – Pemerintahan Jendral Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka upaya penurunan angka kematian bayi pada waktu itu, tetapi tidak berlangsung lama, karena langkanya tenaga pelatih.
  • Tahun 1888 – Berdiri pusat laboratorium kedokteran di Bandung, yang kemudian berkembang pada tahun-tahun berikutnya di Medan, Semarang, surabaya, dan Yogyakarta. Laboratorium ini menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar, gizi dan sanitasi.
  • Tahun 1925 – Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan di Purwokerto, Banyumas, karena tingginya angka kematian dan kesakitan.
  • Tahun 1927 – STOVIA (sekolah untuk pendidikan dokter pribumi) berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya UI tahun 1947 berubah menjadi FKUI. Sekolah dokter tersebut punya andil besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia
  • Tahun 1930 – Pendaftaran dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan
  • Tahun 1935 – Dilakukan program pemberantasan pes, karena terjadi epidemi, dengan penyemprotan DDT dan vaksinasi massal.
  • Tahun 1951 -Diperkenalkannya konsep Bandung (Bandung Plan) oleh Dr.Y. Leimena dan dr Patah (yang kemudian dikenal dengan Patah-Leimena), yang intinya bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. konsep ini kemudian diadopsi oleh WHO. Diyakini bahwa gagasan inilah yang kemudian dirumuskan sebagai konsep pengembangan sistem pelayanan kesehatan tingkat primer dengan membentuk unit-unit organisasi fungsional dari Dinas Kesehatan Kabupaten di tiap kecamatan yang mulai dikembangkan sejak tahun 1969/1970 dan kemudian disebut Puskesmas.
  • Tahun 1952 – Pelatihan intensif dukun bayi dilaksanakan
  • Tahun 1956 – Dr.Y.Sulianti mendirikan “Proyek Bekasi” sebagai proyek percontohan/model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat dan pusat pelatihan, sebuah model keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis.
  • Tahun 1967 – Seminar membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan masyarakat Indonesia. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem Puskesmas yang terdiri dari Puskesmas tipe A, tipe B, dan C.
  • Tahun 1968 – Rapat Kerja Kesehatan Nasional, dicetuskan bahwa Puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Depkes) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan di kotamadya/kabupaten.
  • Tahun 1969 : Sistem Puskesmas disepakati dua saja, yaitu tipe A (dikepalai dokter) dan tipe B (dikelola paramedis). Pada tahun 1969-1974 yang dikenal dengan masa Pelita 1, dimulai program kesehatan Puskesmas di sejumlah kecamatan dari sejumlah Kabupaten di tiap Propinsi.
  • Tahun 1979 Tidak dibedakan antara Puskesmas A atau B, hanya ada satu tipe Puskesmas saja, yang dikepalai seorang dokter dengan stratifikasi puskesmas ada 3 (sangat baik, rata-rata dan standard). Selanjutnya Puskesmas dilengkapi dengan piranti manajerial yang lain, yaitu Micro Planning untuk perencanaan, dan Lokakarya Mini (LokMin) untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim.
  • Tahun 1984 Dikembangkan program paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana di Puskesmas (KIA, KB, Gizi, Penaggulangan Diare, Immunisasi)
  • Awal tahun 1990-an Puskesmas menjelma menjadi kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga memberdayakan peran serta masyarakat, selain memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

Demam Tifoid

Demam tifoid (Typhoid fever) adalah jenis penyakit yang berkaitan dengan demam karena adanya infeksi bakteri yang menyebar ke seluruh tubuh dan mempengaruhi banyak organ. Tanpa pengobatan yang tepat maka penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi serius dan bisa berakibat fatal. Orang awan menyebutnya dengan demam tifus atau tipes, disebabkan oleh bakteri yang disebut Salmonella typhi, juga berhubungan dengan bakteri yang menyebabkan keracunan makanan salmonella.
Demam tifoid sangat menular. Orang yang terinfeksi bisa menularkan bakteri dari tubuh mereka misalnya melalui feses atauyang paling jarang dalam urin mereka. Jika orang lain makan makanan atau minum air yang telah terkontaminasi dengan sejumlah kecil kotoran atau urine yang terinfeksi, mereka dapat terinfeksi dengan bakteri dan berkembang menjadi demam tifoid.

Gejala Demam Tifoid
Gejala demam tifoid biasanya berkembang satu atau dua minggu setelah seseorang terinfeksi dengan bakteri Salmonella typhi. Dengan pengobatan, gejala demam tifoid meningkat dalam waktu tiga sampai lima hari.
Jika demam tifoid tidak diobati, kondisi biasanya semakin memburuk selama beberapa minggu dan ada risiko yang signifikan bahwa komplikasi yang mengancam jiwa dapat terjadi. Tanpa pengobatan, akan memakan waktu berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan untuk sepenuhnya pulih dan gejala dapat kembali.
Gejala umum dari demam tifoid dapat mencakup:
-          suhu tinggi yang bisa mencapai 39-40 °C.
-          sakit kepala.
-          nyeri otot.
-          sakit perut.
-          perasaan sakit.
-          kehilangan nafsu makan.
-          sembelit atau diare (dewasa cenderung mendapatkan sembelit dan anak-anak cenderung mendapatkan diare).
-          ruam terdiri dari bintik-bintik merah muda kecil.
-          kelelahan.
-          kebingungan, seperti tidak tahu di mana Anda berada atau apa yang terjadi di sekitar Anda.
-           
Pengobatan Demam Tofoid
Demam tifoid biasanya dapat berhasil diobati dengan pengobatan antibiotik. Dalam kebanyakan kasus, penyakit ini dapat diobati di rumah, tapi rumah sakit mungkin diperlukan jika kondisinya parah.

Perawatan di Rumah
Jika demam tifoid didiagnosis pada tahap awal, sederet tablet antibiotik dapat diresepkan untuk Anda. Kebanyakan orang perlu mengkonsumsi ini selama 7-14 hari. Beberapa strain bakteri Salmonella typhi yang menyebabkan demam tifoid telah resistensi terhadap satu atau lebih jenis antibiotik. Ini menjadi masalah khususnya peningkatan dalam infeksi tifoid yang berasal di Asia Tenggara.
Oleh karena itu, setiap darah, tinja atau urin sampel yang diambil selama diagnosis, biasanya akan diuji di laboratorium sehingga Anda dapat diobati dengan antibiotik yang tepat. Gejala seharusnya mulai membaik dalam 2-3 hari minum antibiotik, tapi sangat penting bahwa Anda menyelesaikan seluruh pengobatan untuk membantu memastikan bakteri benar-benar dikeluarkan dari tubuh Anda.
Pastikan bahwa Anda beristirahat, minum banyak cairan dan makan makanan biasa. Anda mungkin dapat mentolerir makan kecil, makan lebih sering daripada tiga kali makan besar dalam sehari. Anda juga harus berhati-hati dalam kebersihan personal, seperti rutin mencuci tangan dengan sabun dan air hangat, untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi kepada orang lain. Hubungi dokter sesegera mungkin jika gejala bertambah buruk atau jika Anda terkena gejala baru saat dirawat di rumah. Dalam beberapa kasus gejala ringan atau infeksi bisa kambuh. Hal ini dikenal sebagai relaps.
Kebanyakan orang yang dirawat karena demam tifoid dapat kembali bekerja atau sekolah segera setelah mereka mulai merasa lebih baik. Pengecualian untuk ini adalah orang-orang yang bekerja dengan makanan dan orang yang rentan terhadap penyakit seperti anak-anak di bawah 5 tahun, orang tua dan orang-orang dalam kesehatan yang buruk. Dalam kasus ini, Anda hanya dapat kembali bekerja setelah tes pada tiga sampel tinja diambil pada interval mingguan telah menunjukkan bahwa bakteri tidak lagi ada.
Perawatan di Rumah Sakit.
Pengobatan penyakit demam tofid di rumah sakit biasanya dianjurkan jika Anda memiliki gejala yang parah, seperti muntah terus menerus, diare berat atau perut bengkak. Sebagai tindakan pencegahan, anak-anak yang mengalami demam tifoid juga dapat dirawat di rumah sakit. Di rumah sakit, Anda akan diberikan suntikan antibiotik dan Anda juga dapat diberikan cairan dan nutrisi langsung ke pembuluh darah (melalui infus).
Jika penyakit ini berkembang ke arah yang lebih serius (komplikasi) seperti perdarahan internal atau bagian dari sistem pencernaan Anda, pembedahan mungkin diperlukan. Namun, hal ini sangat jarang terjadi pada orang yang diobati dengan antibiotik. Kebanyakan orang merespon dengan baik untuk perawatan rumah sakit, dan membaik dalam waktu tiga sampai lima hari. Namun, mungkin beberapa minggu sampai Anda cukup sehat untuk meninggalkan rumah sakit.
Demam Tifoid Kambuh (Relaps).
Beberapa orang yang dirawat dapat karena demam tifoid kambuh atau gejala kembali lagi. Dalam kasus ini, gejala biasanya kembali sekitar satu minggu setelah pengobatan antibiotik selesai. Gejala biasanya ringan dan terakhir untuk jumlah waktu yang lebih singkat daripada penyakit awalnya, tapi perawatan lebih lanjut dengan antibiotik biasanya dianjurkan. Hubungi dokter sesegera mungkin jika gejala Anda kembali setelah perawatan.
Setelah gejala penyakit ini berlalu, Anda harus melalkukan tes untuk memeriksa apakah masih ada bakteri Salmonella typhi dalam tinja Anda. Jika ada, itu mungkin Anda telah menjadi pembawa (carrier) infeksi tifoid dan Anda mungkin harus mengkonsumsi antibiotik selama 28 hari selanjutnya untuk menghancurkan dan mengeluarkan bakteri ini.

1 dari setiap 20 orang yang bertahan hidup demam tifoid tanpa diobati akan menjadi pembawa infeksi. Ini berarti bakteri Salmonella typhi terus hidup dalam tubuh penderita dan dapat menyebar secara normal di feses atau urin, tapi carrier tidak memiliki gejala yang terlihat seperti gejala pada penderita demam tifoid.

Hubungan Wisata Sosial Budaya Bahari dengan Kesehatan Masyarakat

Indonesia merupakan suatu Negara atau bangsa yang memiliki banyak gugusan-gugusan pulau baik pulau-pulau besar maupun pulau-pulau kecil. Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki lima pulau besar yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Adapun pulau-pulau kecil yang sangat banyak seperti Bali, Maluku, dan sebagainya. Pulau – pulau ini dibatasi oleh perairan atau yang disebut laut.
            Setiap pulau mempunyai batas-batasnya masing-masing. Wilayah lautan sendiri dibagi menjadi beberapa kategori seperti, laut teritorial, wilayah laut zona bersebelahan, wilayah laut zona ekonomi ekslusif (ZEE), dan wilayah laut batas dunia. Dengan adanya wilayah lautan dan batas-batasnya, maka setiap pulau dapat menggali kekayaan alam di setiap pulau dan melakukan kegiatan ekonomi. Tidak heran, bahwa masih banyak pulau-pulau kecil yang saling melakukan kegiatan ekonomi yang pada umumnya menerapkan sistem barter atau tukar-menukar. Hal ini dapat memberika peluang besar bagi setiap  orang dalam kegiatan perekonomian.
            Pada umumnya, wisata sosial budaya bahari berbicara tentang lingkungan keadaan laut dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Keadaan laut yang dimaksud adalah keadaan baik atau buruknya laut itu sendiri. Sebagai sumber kehidupan, laut memberikan potensi yang sangat besar. Salah satunya melalui ikan. Dengan memanfaatkan ikan, para nelayan dapat memberikan peluang yang besar dan memenuhi kebutuhan hidup. Tidak hanya melalui ikan saja, tapi laut yang kaya akan biota-biota lautnya seperti terumbu karang, rumput laut, ikan hias maupun biota laut lainnya dapat memberi peluang besar dalam bidang wisata.
            Kesehatan masyarakat adalah suatu program kesehatan yang memandang atau melihat penuh keadaan dalam suatu masyarakat. Seseorang yang terjun dalam bidang kesehatan tidak hanya memandang atau melihat keadaan suatu masyarakat, tetapi memberikan jalan keluar atau solusi dalam setiap masalah-masalah kesehatan yang timbul dalam masyarakat tersebut. Dalam bidang ini pula, kesehatan masyarakat mempunyai dua fungsi yaitu untuk mencegah dan promosi kesehatan.
            Bila dihubungkan antara wisata sosial budaya bahari dengan kesehatan masyarakat, maka kita dapat melihat peranan penting seorang kesehatan masyarakat menangani masalah-masalah kesehatan masyarakat yang ada di lingkungan sekitar pantai dan laut. Seorang kesehatan masyarakat akan melihat sejauh mana masalah kesehatan itu bergerak dan penyebab bahkan akibat yang ditimbulkan dari masalah kesehatan tersebut. Melihat suatu masalah kesehatan yang terjadi, maka seorang kesehatan masyarakat juga akan memberikan solusi untuk mencegah timbulnya masalah kesehatan tersebut bahkan masalah kesehatan yang lainnya.
            Lingkungan perairan atau kelautan sangat berkaitan erat dengan wilayah pesisir dan masyarakatnya Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua (continental shelf). Beatley et al. (1994), Dahuri dkk (2001). Sedangkan masyarakat pesisir merupakan sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir.
            Biasanya, pengelolaan sumber kekayaan laut dikelolah oleh masyarakat pesisir dan nelayan. Masyarakat pesisir sendiri menghadapi berbagai masalah seperti masalah air bersih, sampah, air limbah dan masalah penyakit tular vektor. Keadaan laut yang sudah berisi sampah, tidak dapat memberikan peluang bagi masyarakat pesisir untuk mengelolah biota-biota laut yang ada karena sudah tercemar dengan sampah itu sendiri.          

            Melihat keadaan yang seperti ini, maka ada  alasan yang harus diperhatikan mengapa Indonesia perlu mengubah paradigma kehidupan Negara menuju Negara maritim, yaitu bahwa Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia karena 2/3 wilayahnya merupakan laut  dan sumber daya alam khususnya laut memberikan potensi sumber daya alam baik hayati maupun non-hayati serta energi gelombang laut dan Indonesia sendiri pernah mengalami masa kejayaan laut yang membuktikan bahwa Indonesia memiliki kekuatan laut yang sangat besar.

Mencegah Kolesterol di Wilayah Manado dan Sekitarnya

1.      Tujuan Program Kesehatan
Tujuan Umum :
Untuk mencegah bertambahnya penderita penyakit kolesterol di wilayah Manado dan sekitarnya.
Tujuan Khusus :
Untuk memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak yang dapat memicu seseorang terkena penyakit kolesterol.
           2.      Input (Masukan)
a.       Man
Sasaran yang dimaksudkan adalah masyarakat yang biasa mengkonsumsi makanan fast food (siap saji) dan yang mengandung lemak yang tidak diimbangi dengan aktivitas sehari-hari.
b.      Money
Dalam pembuatan program ini, tentunya dibutuhkan biaya atau dana dari pemerintah dan pihak-pihak yang bersangkutan dengan dunia kesehatan, seperti Dinas Kesehatan Daerah.
c.       Metode
Untuk menyukseskan program ini, maka dilakukan metode penyuluhan atau seminar kepada masyarakat yang memiliki faktor resiko  terkena penyakit kolesterol. 
d.      Material
Material yang digunakan adalah alat pengukur kolesterol dan adanya tenaga medis.
e.       Market
Sasaran utamanya adalah pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk melakukan sosialisasi dan intervensi kepada masyarakat yang memiliki resiko terkena penyakit kolesterol. 
3.      Proses
Program ini dilaksanakan di puskesmas-puskesmas yang ada di Manado dan sekitarnya yang belum mengetahui bahaya mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak tanpa diimbangi dengan aktivitas sehari-hari.
4.      Output (Keluaran)
Dengan adanya program ini, diharapkan masyarakat dapat memahami tentang pentingnya kesehatan dan cara untuk mencegah penyakit kolesterol.
5.      Impact (Dampak)
Program ini memberi dampak bukan hanya kepada pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) saja, tetapi dapat memberikan dampak pula kepada masyarakat Manado dan sekitarnya. Dampak untuk pemerintah dan LSM, yaitu dapat meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat yang terkena kolesterol. Dampak untuk masyarakat, yaitu mengetahui dan memahami bahaya makanan yang dapat memicu tubuh mudah terkena penyakit kolesterol.




Dampak Pembangunan, Daya Dukung Lingkungan dan Baku Mutu Lingkungan

DAMPAK PEMBANGUNAN
            Pada dasarnya, pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam segala bidang. Pembangunan merupakan suatu proses yang terencana atau direncakan oleh masyarakat yang kemudian diambil keputusan oleh seorang pemimpin.
            Maju tidaknya suatu daerah dapat ditunjang melalui pembangunan. Akan tetapi, pembangunan dapat menimbulkan dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif.
            Dampak positif  :
            1. Harga tanah menjadi tinggi.
            2. Lahan menjadi area yang tertata rapih.
            3. Terbuka lapangan kerja yang baru.
            4. Terbentuknya sarana dan prasarana baru.
            5. Daerah yang tadinya sepin menjadi ramai.
            6. Terbentuknya jaringan transportasi baru.
            7. Pajak Bumi dan Bangunan menjadi tinggi.
            Dampak negatif :
            1. Lahan terbuka menjadi lahan tertutup.
            2. Area resapan air menjadi berkurang.
            3. Lahan pertanian berkurang.
            Salah satu contoh yaitu, daerah hutan lindung dijadikan sebagai tempat pemukiman dan daerah hilir dijadikan tempat industri.

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN
            Daya dukung lingkungan merupakan kemampuan lingkungan memberikan kehidupaan organisme secara sejahtera dan lestari bagi penduduk yang mendiami suatu kawasan.
            Secara alami, lingkungan memiliki kemampuan untuk memulihkan keadaannya. Pemulihan keadaan ini merupakan suatu prinsip bahwa lingkungan senantiasa menjaga keseimbangannya. Sebelum ada gangguan terhadap lingkungan, maka lingkungan tersebut bereaksi secara seimbang. Daya dukung lingkungan diperlukan untuk mengetahui kemampuan lingkungan menetralisasi parameter pencemar. Apabila bahan pencemar berakumulasi terus menerus dalam suatu lingkungan dan tidak dapat menetralisasi keadaan tersebut, maka dapat dikatakan lingkungan tersebut tidak mempunyai kemampuan alamiah untuk menetralisasinya. Hal ini dapat menimbulkan perubahan kualitas lingkungan.
Contoh :
Dengan membuang sampah sembarangan di sungai, maka dapat mengakibatkan pertumbuhan ikan yang diternak menjadi tidak baik. Hal ini disebabkan oleh air yang sudah dicemari bahan-bahan non-organik. Daya dukung lingkungan untuk kondisi seperti ini tidak memadai karena parameter dalam air yang tidak dapat dinetralisasi oleh lingkungan.
1)      Dampak perubahan iklim terhadap daya dukung air :
a.       Dampak perubahan iklim pada lingkungan
-          Es dan salju, perubahan yang terjadi di wilayah tertutup es
-          Lautan dan pantai, perubahan angin dan arus, badai tropis yang buruk, kerusakan ekosistem pantai
-          Sistem hidrologi, perubahan curah hujan dan kelembaban tanah,
-          Ekosistem dan tumbuh-tumbuhan, perubahan daerah vegetasi dan campuran spesies, pengurangan keanekaragaman hayati.
a.        Dampak perubahan iklim terhadap terhadap masyarakat
-          Sumber mata air
-          Pangan dan pertanian
-          Pemukiman di sekitar pantai
-          Kegiatan ekonomi
-          Pemukiman dan kesehatan
2)      Dampak perubahan lahan terhadp daya dukung air
BAKU MUTU LINGKUNGAN
            Baku mutu lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup dan benda lainnya. Kriteria baku mutu adalah hasil dari suatu pengolahan data ilmiah yang akan digunakan untuk menentukan apakah suatu kualitas air atau udara yang ada dapat digunakan sesuai objektif penggunaan tertentu.
            Saat ini pencemaran terhadap lingkungan berlangsung dimana-mana dengan sangat cepat. Beban pencemaran dalam lingkungan sudah semakin berta dengan masuknya limbah industry dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat. Pencemaran lingkungan dapat dikategorikan menjadi :
1. Pencemaran air
2. Pencemaran udara
3. Pencemaran tanah
Langkah-langkah penyusunan baku mutu lingkungan :
            1. Identifikasi dari penggunaan sumber daya atau media yang harus dilindungi.
            2. Merumuskan formula dari kriteria dengan menggunakan kumpulan data.
            3. Merumuskan baku mutu dari hasil penyusunan kriteria.
            4. Merumuskan baku mutu limbah yang boleh dilepas ke dalam lingkungan.
            5. Membentuk program pemantauan dan penyempurnaan.
Jenis-jenis baku mutu lingkungan :
1.      Effluent Standard
Merupakan kadar maksimum limbah yang diperbolehkan untuk dibuang ke lingkungan.
2.   Stream Standard

                  Merupakan batas kadar untuk sumber daya tertentu, seperti sungai, waduk, dan danau.

Surveilans Gizi : KEP (Kekurangan Energi Protein)

Surveilans Gizi dapat kita gunakan pada semua masalah kesehatan terutama yang berhubungan dengan konsumsi makanan/minuman. Salah satu masalah gizi yang banyak dijumpai di Indonesia adalah KEP (Kekurangan Energi Protein). Ada banyak hal yang dapat dianalisis dari kejadian KEP. Mari kita coba mengupasnya dengan mata surveilans gizi! J
  1. Deskripsi
    1. Antropometri
      Ada beberapa klasifikasi KEP berdasarkan pengukuran atropometri, namun sebagai contoh, di sini saya hanya akan menuliskan klasifikasi menurut Gomez (1955).
      Menurut Gomez, kondisi baik (non-malnutrisi) adalah ketika BB/U lebih besar dari 90%. Sedangkan malnutrisi dibedakan menjadi 3, yaitu:
      • Malnutrisi ringan → BB/U 75-90%
      • Malnutrisi sedang → BB/U 60-74%
      • Malnutrisi berat → BB < 60%
    2. Dietetik
      Faktor yang mempengaruhi adalah angka kecukupan gizi (AKG) protein. Sudahkah protein yang diasup mencukupi kebutuhan? Menurut Depkes (1999), KEP merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi AKG, di mana AKG protein anak usia 0-6 bulan sebesar 10 gram, usia 7-11 bulan sebesar 16 gram dan usia 1-3 tahun sebesar 25 gram.
    3. Biokimia
      Penurunan kadar albumin dapat dijadikan indikator KEP yang sensitif sebab penurunan kadar albumin dalam darah akan tampak setelah 14-20 hari (hipoalbuminemia). Hal ini dapat menyebabkan bengkak seluruh tubuh akibat cairan darah dalam pembuluh darah berkurang (sebab 90% serum tubuh terdiri atas albumin) dan menyebabkan penderitanya mudah terkena infeksi (sebab fungsi albumin di antaranya sebagai alat transport Zn).
    4. Klinis
      Secara umum, tanda klinis anak KEP dapat dilihat dari ototnya yang melunak, anak menjadi cengeng, dan pertumbuhannya terhambat. Ada 2 penyakit yang berkaitan dengan KEP, yaitu marasmus (KEP kering) dan kwashiorkor (KEP basah).
  2. Distribusi
    1. Usia
      Mayoritas penderita atau kelompok umur yang paling rawan terhadap KEP adalah anak-anak. Hal ini karena kemampuan saluran cerna mereka yang belum optimal, kebutuhan gizinya yang lebih besar, dan imunitasnya yang belum sempurna.
    2. Pertanian
      KEP banyak dijumpai di daerah yang penduduknya memilih singkong sebagai makanan pokoknya. Seperti yang kita ketahui, singkong mengandung sedikit sekali protein, lebih sedikit daripada nasi (beras).
    3. Musim
      Musim yang ekstrim dapat menyebabkan gagal panen tanaman sumber protein (misal: kemarau kering berkepanjangan atau banjir karena hujan terus-menerus)
  3. Determinan
    1. Penyebab langsung
      • Konsumsi kalori (karbohidrat, protein, dan lemak) dibandingkan AKG
      • Penyakit infeksi → hambatan ansorpsi → imunitas menurun
        Penyakit infeksi di sini contohnya cacar air, batuk rejan, TBC, malaria, diare, cacingan
    2. Penyebab tidak langsung
      • Tingkat pendapatan orang tua
      • Kondisi ekonomi negara
      • Produksi pangan yang kurang
      • Tingkat pendidikan orang tua
      • Distribusi pangan yang tidak merata
      • Besar anggota keluarga
      • Jarak kelahiran
      • Pemberian MP-ASI
      • Sanitasi lingkungan yang buruk
      • Adanya food taboo
  4. Variabel
    1. Variabel terikat: hipoalbuminemia, BB/U<90%
    2. Variabel bebas: daya beli yang kurang, penyakit infeksi, 

Penilaian Resiko Kesehatan

Penilaian risiko kesehatan (Health Risk Assessment, disingkat HRA)  merupakan langkah pertama sebelum seseorang melakukan manajemen risiko kesehatan.Masukan informasi yang terekam dalam HRA, dapat menunjukkan telah terjadi pemajanan oleh satu faktor risiko atau banyak faktor risiko. Oleh karena dasar dari timbulnya risiko kesehatan adalah adanya pemajanan (exposure)  oleh satu atau lebih faktor risiko. Maka faktor risiko harus dikenali (rekognized) karakternya meliputi asal, jenis, intensitas, durasi, frequensi dan lama pemajanan.   Asal faktor risiko bisa dari lingkungan kerja, pekerjaan, organisasi dan diri pekerja sendiri.

Faktor risiko kesehatan adalah segala sesuatu yang memiliki potensi untuk menimbulkan kerugian kesehatan pada pemajanan sesungguhnya. Sarat sesuatu untuk disebut sebagai faktor risiko adalah a) secara logika biomedik memiliki potensi untuk menimbulkan kerugian kesehatan, b) sejarah kesehatan merekam bukti timbulnya efek kesehatan tertentu akibat pemajanan oleh faktor risiko tersebut. Maka peranan kepustakaan sangat penting untuk menelusuri hubungan pemajanan dan efek kesehatan dari faktor risiko tersebut.
               
Pengertian pamajanan dalam ilmu Kesehatan Kerja mirip dengan dosis dalam ilmu kedokteran. Dosis obat menunjukkan jumlah tertentu, misalnya 25 mg/kg berat badan per-hari untuk pemberian sehari. Selanjutnya  ada dosis mingguan dan ada dosis total hingga hilang penyakit.  Dalam ilmu kesehatan kerja dipakai istilah pemajanan sebagai indikator dosis hingga timbul penyakit. Ada pemajanan harian yang mengandung pengertian jumlah tertentu, yaitu konsentrasi. atau intensitas.
Misal pemajanan harian adalah 20 batang rokok yang dihisap rata-rata setiap hari.   Jika dalam 10 tahun timbul penyakit jantung koroner pada 14 % pengisap rokok 20 batang sehari, maka pemajanan total rokok untuk menimbulkan penyakit jantung koroner tersebut dapat disebut sebagai 20 batang kali 10 tahun= 200 batang –tahun.
                Sehingga dalam ilmu kesehatan kerja dikenal Hukum Aksi Masa sebagai  E= F i X t yang bersifat konstan.

Dimana E= efek kesehatan tertentu, misalnya penyakit jantung koroner. Efek ini adalah fungsi dari intensitas(i) dan
waktu (t).  Rumus ini penting dalam  aplikasi pencegahan penyakit. Dalam contoh teoritis tersebut diatas, jika ingin agar penyakit jantung koroner tidak timbul dalam 10 tahun ke depan pada 14 % perokok tadi, tetapi 200 tahun ke depan, maka pemajanan harian harus direduksi menjadi  1 batang  per-hari.   Siapa yang bisa berumur 200 tahun? Maka dalam kesehatan kerja, penting sekali untuk mereduksi intensitas pemajanan atau kalau mungkin meng-eliminasikannya.   Perlu dicatat bahwa asap rokok juga faktor risiko bagi timbulnya penyakit kanker. Sehingga reduksi intensitas rokok saja masih membahayakan perokok maupun perokok pasif, karena timbulnya penyakit kanker. Peran asap rokok telah tercatat menyebabkan 50 % kematian karena penyakit degeneratif kronik terkait rokok, antara lain penyakit kardiovaskuler, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronik.


Untuk mencegah kanker, satu-satunya jalan adalah intensitas pemajanan harus nol.  Sebab tidak ada nilai ambang batas bagi bahan karsinogenik macam asap rokok. Maka satu-satunya jalan mencegah kanker bagi perokok adalah berhenti sama sekali dari kebiasaan mengisap rokok.  Dalam satu tahun setelah berhenti merokok, risiko kanker tersisa  50 % , kemudian setelah 10 tahun risiko menjadi sama dengan mereka yang tidak merokok.

Penilaian  risiko kesehatan meliputi  4 langkah:
1)     Rekognisi faktor risiko (asal, jenis, dan hubungan faktor risiko dengan efek kesehatan
menurut kepustakaan berdasar studi manusia atau binatang. Bila tak ada dokumen kepustakaan,
perlukah membuat studi sendiri?
2)   Penilaian pemajanan (intensitas atau konsentrasi dan lama waktu)
3)  Penilaian hubungan pemajanan terhadap insidensi
4)  Sifat risiko (jenis risiko misalnya riversible atau irrersible,  besarnya risiko, atau kenaikan risiko sebagai akibat pemajanan dan
diskusi tentang hal-hal yang tak pasti dalam estimasi risiko tersebut diatas).

2. Rekognisi faktor risiko
Karena penyakit kardiovascular adalah penyakit yang memiliki faktor risiko banyak, maka untuk memberikan kemudahan mengenali faktor risiko dimaksud, berikut disajikan sebuah kerangka konsep dimana setiap faktor risiko diasumsikan sebagai variable bebas (independent variable). Sebagai variable tergantung adalah kejadian kardiovaskuler yang didahului oleh proses aterosklerosis pada endotel arteri.Variable tergantung lainnya adalah kapasitas kerja fisik dan derajat kesehatan.

3. Penilaian pemajanan.
Besarnya pemajanan dapat didekati dari indikator yang disepakati dapat mewakili pemajanan. Walau umumnya dipakai konsentrasi atau intensitas dan waktu, namun pada kondisi faktor risiko lain dipakai intensitas, durasi dan frekuensi. Contoh indikator konsentrasi adalah kholesterol LDL dalam darah dalam satuan mg/dl, gula darah puasa dalam satuan mg/dl. Contoh indikator intensitas adalah tekanan darah dalam satuan tekanan  mmHg.  Untuk faktor risiko gerak raga dinamik, digunakan indikator intensitas gerak, durasi pada gerak dimaksud, dan frekuensi gerak perminggu.