Selasa, 29 November 2016

Surveilans Gizi : KEP (Kekurangan Energi Protein)

Surveilans Gizi dapat kita gunakan pada semua masalah kesehatan terutama yang berhubungan dengan konsumsi makanan/minuman. Salah satu masalah gizi yang banyak dijumpai di Indonesia adalah KEP (Kekurangan Energi Protein). Ada banyak hal yang dapat dianalisis dari kejadian KEP. Mari kita coba mengupasnya dengan mata surveilans gizi! J
  1. Deskripsi
    1. Antropometri
      Ada beberapa klasifikasi KEP berdasarkan pengukuran atropometri, namun sebagai contoh, di sini saya hanya akan menuliskan klasifikasi menurut Gomez (1955).
      Menurut Gomez, kondisi baik (non-malnutrisi) adalah ketika BB/U lebih besar dari 90%. Sedangkan malnutrisi dibedakan menjadi 3, yaitu:
      • Malnutrisi ringan → BB/U 75-90%
      • Malnutrisi sedang → BB/U 60-74%
      • Malnutrisi berat → BB < 60%
    2. Dietetik
      Faktor yang mempengaruhi adalah angka kecukupan gizi (AKG) protein. Sudahkah protein yang diasup mencukupi kebutuhan? Menurut Depkes (1999), KEP merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi AKG, di mana AKG protein anak usia 0-6 bulan sebesar 10 gram, usia 7-11 bulan sebesar 16 gram dan usia 1-3 tahun sebesar 25 gram.
    3. Biokimia
      Penurunan kadar albumin dapat dijadikan indikator KEP yang sensitif sebab penurunan kadar albumin dalam darah akan tampak setelah 14-20 hari (hipoalbuminemia). Hal ini dapat menyebabkan bengkak seluruh tubuh akibat cairan darah dalam pembuluh darah berkurang (sebab 90% serum tubuh terdiri atas albumin) dan menyebabkan penderitanya mudah terkena infeksi (sebab fungsi albumin di antaranya sebagai alat transport Zn).
    4. Klinis
      Secara umum, tanda klinis anak KEP dapat dilihat dari ototnya yang melunak, anak menjadi cengeng, dan pertumbuhannya terhambat. Ada 2 penyakit yang berkaitan dengan KEP, yaitu marasmus (KEP kering) dan kwashiorkor (KEP basah).
  2. Distribusi
    1. Usia
      Mayoritas penderita atau kelompok umur yang paling rawan terhadap KEP adalah anak-anak. Hal ini karena kemampuan saluran cerna mereka yang belum optimal, kebutuhan gizinya yang lebih besar, dan imunitasnya yang belum sempurna.
    2. Pertanian
      KEP banyak dijumpai di daerah yang penduduknya memilih singkong sebagai makanan pokoknya. Seperti yang kita ketahui, singkong mengandung sedikit sekali protein, lebih sedikit daripada nasi (beras).
    3. Musim
      Musim yang ekstrim dapat menyebabkan gagal panen tanaman sumber protein (misal: kemarau kering berkepanjangan atau banjir karena hujan terus-menerus)
  3. Determinan
    1. Penyebab langsung
      • Konsumsi kalori (karbohidrat, protein, dan lemak) dibandingkan AKG
      • Penyakit infeksi → hambatan ansorpsi → imunitas menurun
        Penyakit infeksi di sini contohnya cacar air, batuk rejan, TBC, malaria, diare, cacingan
    2. Penyebab tidak langsung
      • Tingkat pendapatan orang tua
      • Kondisi ekonomi negara
      • Produksi pangan yang kurang
      • Tingkat pendidikan orang tua
      • Distribusi pangan yang tidak merata
      • Besar anggota keluarga
      • Jarak kelahiran
      • Pemberian MP-ASI
      • Sanitasi lingkungan yang buruk
      • Adanya food taboo
  4. Variabel
    1. Variabel terikat: hipoalbuminemia, BB/U<90%
    2. Variabel bebas: daya beli yang kurang, penyakit infeksi, 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar