Selasa, 29 November 2016

Malaria

Malaria masih merupakan masalah kesehatan di negara tropis, dengan perkiraan sekitar 40% penduduk dunia masih mengidap malaria. Penyakit malaria juga masih merupakan masalah kesehatan global, karena menyebabkan kematian dan mengakibatkan dampak sosial ekonomi besar terutama penduduk miskin yang bermukim di negara-negara sedang berkembang endemic malaria.
Sebagaimana kita ketahui, malaria merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui nyamuk yang mengandung parasit malaria. Berdasarkan data WHO, rata-rata sekitar dua juta orang meninggal karena malaria terutama terjadi pada balita-balita di Afrika. Sedangkan jumlah kasus diperkirakan sebanyak 300-500 juta kasus. Sementara kematian karena malaria menduduki peringkat ke lima paneyakit parasitik setelah infeksi pneumokokal saluran nafas bawa, diare termasuk disentri, dan HIV/AIDS.
Sementara pengertian Surveilans epidemiologi menurut Depkes RI (2003),  merupakan suatu proses pengamatan terus menerus dan sistematik terhadap terjadinya penyebaran penyakit serta kondisi yang memperbesar risiko penularan dengan melakukan pengumpulan data, analisis, interpretasi dan penyebaran interpretasi serta tindak lanjut perbaikan dan perubahan.
Sedangkan surveilans malaria menurut Depkes R.I (1998), adalah kegiatan terus menerus, teratur dan sistimatis dalam pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi data malaria untuk menghasilkan informasi yang akurat yang dapat disebarluaskan dan digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan tindakan penanggulangan yang cepat dan tepat sesuai dengan kondisi daerah setempat.
Tujuan  surveilans dalam program pemberantasan malaria antara lain :
  • Melakukan pengamatan dini (SKD) malaria di Puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lainnya dalam rangka mencegah kejadian luar biasa (KLB) malaria
  • Menghasilkan informasi yang cepat dan akurat yang dapat disebarluaskan dan dipergunakan sebagai dasar penanggulangan malaria yang cepat dan tepat yang direncanakan sesuai dengan permasalahan.
  • Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) secara dini. d). Mengetahui trend penyakit dari waktu ke waktu.
  • Mendapatkan gambaran distribusi penyakit malaria menurut orang, tempat dan waktu.
Tujuan diatas kemudian dioperasionalkan dalam bentuk beberapa kebijakan yang telah ditetapkan oelh kementerian kesehatan, sebagai berikut :
  • Pengumpulan, pengolahan, interpretasi data malaria dilakukan pada semua tingkatan administratif mulai dari Puskesmas pembantu, Puskesmas, Rumah sakit, Dinas Kesehatan dan Departemen Kesehatan.
  • Meningkatkan peran-serta masyarakat seperti kader malaria, pos obat desa (POD), terutama dalam kegiatan pengobatan
  • Meningkatkan kemitraan dalam jaringan informasi malaria dengan sektor terkait.Upaya pemberantasan malaria yang tepat dan cepat yang berpedoman pada petunjuk dasar atau “evidence based”.
  • Meningkatkan kerja sama lintas batas wilayah administratif (perbatasan wilayah Puskesmas, kabupaten, propinsi dan antar negara) dalam perencanaan dan upaya penanggulangan malaria.
Pelaksanaan kebijakan diatas, kemudian diterapkan dalam bentuk penyelenggaraan surveilans program pencegahan penyakit malaria, yang antara lain meliputi tahap pengamatan dan survei. Pada tahap pengamatan penyakit malaria beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain berupa kegiatan penemuan penderita malaria. Tujuan penemuan penderita adalah menemukan penderita secara dini dan secepatnya memberikan pengobatan, memantau fluktuasi malaria pada suatu tempat, sebagai alat bantu menentukan musim penularan, dan peringatan dini terhadap kejadian luar biasa (KLB).
Tahap diatas dilaksanakan dengan beberapa jenis kegiatan yang seperti Active Case Detection (ACD). Kegiatan ini  dilakukan secara aktif oleh juru malaria desa atau petugas lapangan malaria, dengan jenis kunjungan dilakukan pada beberapa jenis kriteria desa endemik malaria, antara lain :
  • Desa  High Case Incidence (HCI), dengan melakukan kunjungan rumah 2 minggu sekali.
  • Desa Middle Case Incidence (MCI), dengan melakukan kunjungan rumah 1 bulan sekali.
  • Desa Low Cace Incidence (LCI), dengan melakukan kunjungan ditingkat dusun sebulan sekali.
Tindak lanjut kunjungan diatas, kemudian diikuti dengan kegiatan pengambilan sediaan darah (SD). Kegiatan ini hanya dilakukan pada penduduk yang memenuhi beberapa criteria yang dipersyaratkan seperti demam, menggigil, baik disertai sakit kepala atau tidak dalam tiga hari terakhir.

Selain pengambilan sediaan darah juga dilakukan kegiatan passive case detection (PCD). PCD dilakukan dengan mengintensifkan pengambilan sediaan darah di institusi/pusat pelayanan kesehatan swasta maupun pemerintah dan kader pelayanan kesehatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar