BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kesehatan adalah bagian dari politik oleh karena
pelayanan kesehatan merupakan pelayanan publik yang seyogianya tidak hanya
dijadikan sebagai kendaraan politik para calon atau kandidat kepala daerah.
(Bambra et all, 2005). Sebuah studi yang dilakukan Navarro et all pada tahun
2006 meneguhkan korelasi antara ideologi politik suatu pemerintahan terhadap
derajat kesehatan masyarakatnya, melalui kebijakan-kebijakan yang diambil
pemerintahan tersebut. Konsep kesehatan yang dianut pemerintah kita saat ini,
berbuah pembangunan kesehatan yang berbentuk pelayanan kesehatan individu,
ketimbang layanan kesehatan komunitas yang lebih luas, program-program karitas
yang bersifat reaktif seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) atau
pengobatan gratis dan Jampersal.
Dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009
bagian Pembukaan butir b (menimbang); disebutkan bahwa setiap kegiatan dalam
upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,
partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia
Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan.
Indikator peningkatan derajat
kesehatan antara lain adalah meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya angka
kematian ibu, angka kematian bayi dan balita, serta angka kesakitan
(morbiditas). Untuk mewujudkan adanya transparansi, negara harus berperan
aktif. Mengutip Release Media Indonesia tentang Politik dan kesejahteraan
rakyat, Politik Kesehatan adalah kebijakan negara di bidang kesehatan. Yakni
kebijakan publik yang disadari hak yang paling fundamental, yaitu sehat
merupakan hak warga negara. Untuk mewujudkan hal itu, diperlukan keputusan
politik yang juga sehat, yang diambil oleh pemerintah yang juga sehat secara
politik.
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah, yaitu :
1. Apa yang
dimaksud dengan politik kesehatan?
2. Bagaimana
kemiskinan dan kesenjangan dalam bidang kesehatan?
3. Apa peran
penting pembangunan kesehatan masyarakat?
4. Bagaimana
desentralisasi kesehatan di Indonesia?
5. Bagaimana
peran pemerintah terhadap desentralisasi kesehatan?
6. Bagaimana
setelah politik kesehatan dikembangkan?
1.3
Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan penulisan, yaitu :
1. Untuk
mengetahui pengertian politik kesehatan.
2. Untuk
mengetahui kemiskinan dan kesenjangan dalam bidang kesehatan.
3. Untuk
mengetahui peran penting pembangunan kesehatan masyarakat.
4. Untuk
mengetahui desentralisasi kesehatan di Indonesia.
5. Untuk
mengetahui peran pemerintah terhadap desentralisasi kesehatan.
6. Untuk
mengetahui apa yang akan terjadi setelah dikembangkannya politik kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Politik Kesehatan
Politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan
dengan warga negara), adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produkivitas secara sosial dan ekonomis.
Politik
kesehatan adalah ilmu dan seni untuk memperjuangkan derajat kesehatan
masyarakat dalam suatu wilayah melalui sebuah sistem ketatanegaraan yang dianut
dalam sebuah wilayah atau negara untuk menciptakan masyarakat dan lingkungan
yang sehat secara keseluruhan.
2.2 Kemiskinan dan
Kesenjangan dalam bidang Kesehatan
Kesehatan
adalah hak setiap manusia. Ini menjadi hak dasar yang melekat pada pada
seseorang sejak dilahirkan. Oleh karena itu, akses terhadap pelayanan kesehatan
dan peluang untuk hidup sehat seharusnya diterima oleh setiap orang, tanpa
memandang status sosialnya, dengan tidak mempersoalkan dari suku mana ia
berasal. Dalam kenyataannya, akses terhadap pelayanan kesehatan dan peluang
untuk hidup sehat tidak seluruhnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan
masyarakat. Namun, setiap orang harus senantiasa berusaha mendapatkan hak dasar
tersebut. Bagi mereka yang tergolong mampu, persoalan kesehatan jelas bukan
urusan yang merisaukan. Mengapa? Karena mereka memiliki bekal dukungan sosial
dan ekonomi yang dapat membuat mereka mudah mendapatkan pelayanan kesehatan.
Kemiskinan dan kesenjangan adalah
masalah yang dihadapi oleh negara kita. Contohnya kemiskinan yang menimpa Aik Lomak yang berada di Provinsi Nusa
Tenggara Barat dan kesusahan seorang nenek di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Kemiskinan dapat dikatakan adalah tragedi bangsa. Kemiskinan tidak hanya
dirasakan oleh seorang nenek. Nyatanya, kita dapat melihat bahwa di sekitar
kita masih saja ada orang-orang yang tidak mendapatkan haknya. Memang, pemerintah tidak tinggal diam melihat
dan menyikapi kesenjangan dan kemiskinan yang ada. Dalam berbagai upaya yang
dilakukan pemerintah, masih saja ada hal yang membuat sulitnya akses
mendapatkan pelayanan kesehatan.
Kesenjangan dalam pelayanan kesehatan
Di
Indonesia dan beberapa negara berkembang lainnya, muncul kesenjangan di bidang
pelayanan kesehatan yang terjadi karena adanya kondisi ketidaksampaian suatu
upaya kesehatan kepada masyarakat yang disebabkan oleh berbagai faktor.
Diantaranya faktor geografis, faktor ekonomi, faktor budaya, faktor politik dan
faktor psikologis. Faktor-faktor ini yang kemudian menimbulkan kesenjangan yang
menyebabkan semakin tidak terjangkaunya upaya kesehatan yang disediakan.
Sebaliknya, masyarakat juga tidak memiliki kemampuan menjangkau upaya kesehatan
yang tersedia. Akar permasalahan kesenjangan dalam bidang kesehatan adalah
kemiskinan. Bagaimana kita mengatasi
kesenjangan ini?
Pendekatan kita dalam mengatasi
kesenjangan ini khususnya di bidang kesehatan dapat diatasi berpacu pada
Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 yang menetapkan bahwa hidup sehat
adalah hak dasar dan hak asasi seluruh rakyat. Pemerintah berkewajiban memenuhi
hak tersebut. Persoalan pelayanan kesehatan terkait dengan adanya akses
masyarakat kepada pelayanan kesehatan yang disediakan.
2.3 Pentingnya Pembangunan Kesehatan
Masyarakat
Persoalan kesenjangan di
bidang kesehatan dapat diatasi dengan memperkuat pelayanan kesehaan masyarakat.
Ini dikarenakan, masalah pembangunan kesehatan yang masih berkutat pada
persoalan kesehatan masyarakat. Maka, penanganannya pun harus diupayakan dengan
mengutamakan aspek preventif dan promotif yang didukung oleh tindakan kuratif
dan rehabilitatif.
Kemitraan
Selain melalui pemberdayaan dan
pembangunan kesehatan masyarakat, kesenjangan di bidang kesehatan dapat
diminimalisasi melalui kemitraan. Kemitraan merupakan sarana yang penting dalam
upaya meningkatkan solidaritas dan percepatan akses informasi.
Belajar dari negara lain
Pentingnya upaya mengatasi kesenjangan
sangat terkait dengan proses penyebaran penyakit yang berlangsung dengan sangat
cepat. Di masa lalu, proses penyebaran penyakit membutuhkan waktu yang cukup
lama. Namun, sekarang ini, mobilitas manusia yang tinggi turut membuat
penyebaran penyakit berlangsung singkat.
Menjangkau yang tak terjangkau, melayani yang tak
terlayani
Dalam mengatasi kesenjangan, inti
persoalannya adalah bagaimana praktisi dan petugas di bidang kesehatan dapat
menjangkau mereka yang tidak terjangkau, melayani yang tidak terlayani dan
mereka yang miskin dan terpinggirkan.
Persoalan pembangunan kesehatan yang
paling utama adalah menjangkau mereka yang tidak terjangkau ini. Masyarakat
miskin selayaknya memperoleh pelayanan kesehatan karena ketiadaan akses mereka
untuk mendapatkannya. Negara-negara yang mampu menurunkan angka kemiskinan akan
dapat meraih pencapaian status kesehatan masyarakat yang tinggi. Hal ini akan
berdampak langsung terhadap penurunan angka kematian serta peningkatan angka usia
harapan hidup. Kesehatan merupakan tujuan fundamental dari pembangunan,
sekaligus sarana untuk mempercepat dan mempertahankannya.
Indonesia : Dulu dan Kini
Sekarang ini, setelah menderita cukup
lama akibat hantaman krisis ekonomi dan keuangan di tahun 1990-an, Indonesia
boleh dikatakan tertinggal dari negara-negara yang lain. Tak hanya di bidang
kesehatan, tetapi juga dalam bidang-bidang lainnya.
Beberapa masalah lain
Persoalan krusial lain yang dihadapi
oleh bangsa Indonesia adalah korupsi yang berdampak juga pada kemiskinan
rakyat. Budaya korupsi hampir semuaa terjadi dalam bidang kehidupan dan sangat
sulit diberantas. Penyakit korupsi menjadi salah satu penyebab kerusakan yang
diderita oleh semua masyarakat dan bangsa Indonesia.
Peluang terjadinya kesenjangan juga
semakin terbuka lebar dengan adanya otonomi daerah, yang sedikit banyak
berpengaruh pada alokasi penempatan dokter di daerah. Semua persoalan yang
terkait dengan kesenjangan, kemiskinan, dan ketersediaan pelayanan dan peluang
untuk dapat hidup sehat untuk masyarakat miskin harus menjadi pemikiran
bersama. Pemberdayaan rakyat untuk mengatasi kebijakan yang justru mengekang
perkembangan kemampuan rakyat sangat diperlukan dan oleh karenanya dibutuhkan
Health Politics.
Desentralisasi
Kesehatan di Indonesia
Keputusan untuk memberlakukan
desentralisasi di bidang kesehatan pada umumnya tidak dibuat oleh bidang
kesehatan itu sendiri. Pertimbangan politik selalu mewarnai proses
desentralisasi kesehatan. Desentralisasi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan
pemerataan, efisiensi, dan peningkatan kualitas sistem kesehatan rakyat. Dalam
praktek, belum banyak bukti yang menunjukkan bahwa desentralisasi kesehatan
meningkatkan kinerja sistem kesehatan daerah.
Sejarah perkembangan sistem kesehatan di
Indonesia sebenarnya telah berjalan cukup lama, sejalan dengan usia negara
Republik Indonesia. Evolusi desentralisasi kesehatan telah berjalan seiring
dengan evolusi di bidang politik, sosial-ekonomi, dan status kesehatan dalam
kurun 50 tahun terakhir ini.
Desentralisasi kesehatan di Indonesia
secara lebih luas dilaksanakan setelah dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999, PP
no. 25 tahun 2000, serta SE MENKES No. 1107/Menkes/E/VII/2000. UU No. 22 tahun
1999 pasal 1 huruf H menyebutkan “otonomi daerah adalah kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat (termasuk
bidang kesehatan), menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Menurut peraturan perundang-undangan,
desentralisasi bidang kesehatan di Indonesia menganut semua jenis
desentralisasi, termasuk dalam hal ini demokrasi, devolusi, delegasi, dan
privatisasi. Hal ini terlihat dari masih adanya kewenangan pemerintah pusat
yang dikonsentrasikan di daerah provinsi melalui Dinas Kesehatan Provinsi.
Selain itu, berdasarkan SE Menkes/E/VII/2000 disebutkan beberapa tugas yang
mungkin tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota dapat
diserahkan ke tingkat yang lebih tinggi.
Namun, untuk memperjelas pemahaman
tentang penerapan desentralisasi kesehatan di Indonesia, setidaknya uraian
tentang perkembangan desentralisasi kesehatan di Indonesia dapat di bagi
menjadi empat bagian :
1. 1950-1960
: Pembangunan Kesehatan di Kabupaten
Sistem
pelayanan kesehatan yang sifatnya sentralistik yang diciptakan oleh pemerintah
kolonial Hindia Belanda ternyata terus berlanjut dan diterapkan oleh pemerintah
negeri RI, segera setelah merdeka. Upaya kesehatan masyarakat, terutama dalam
hal pencegahan dan pemberantasan penyakit menular masih menjadi inisiatif
pemerintah pusat. Beberapa program pengentasan penyakit menular seperti
pembasmian penyakit cacar, eliminasi penyakit patek, dan penyakit kelamin
membuahkan hasil baik dilaksanakan secara nasional.
Pemerintah
provinsi, kabupaten dan kota hanya memiliki peran kecil. Misalnya dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit, Balai pengobatan dan
Kesehatan Ibu Anak (BP-KIA), atau upaya kesehatan lingkungan, termasuk
pencegahan dan pemberantasan penyakit merupakan bagian dari pelayanan dinas
kesehatan dan dinas kebersihan. BP-KIA sudah menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah dan semakin berkembang. Pelayanan kesehatan untuk ibu dan anak kemudian
diperluas sampai ke tingkat pedesaan. Perluasan jangkauan pelayanan ini telah menghasilkan
penurunan kematian bayi yang cukup signifikan, dari 160 pada tahun 1950 menjadi
48 per seribu kelahiran hidup tahun 1995-2000.
2. 1970-an
: Sentralisasi
Pada
periode 1970-1980, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena
naiknya harga minyak bumi dan gas alam. Di bidang kesehatan, cakupan pelayanan
kesehatan ditingkatkan melalui pembagunan rumah sakit, puskesmas, dan puskesmas
pembantu, baik di kota maupun di desa-desa. Sistem kesehatan di kabupaten dan
kota madya dikembangkan dalam konteks Sistem Kesehatan Nasional.
Berbagai
upaya dilaksanakan untuk memperluas cakupan upaya peningkatan kesehatan (health
promotion) dan pencegahan penyakit sebagai bagian dari program kesehatan
masyarakat. Salah satu upaya kesehatan yang dilaksanakan adalah imunisasi untuk
pencegahan sebagian besar penyakit yang menyerang anak, seperti campak, TB
paru, difteria, dan tetanus, serta penyediaan sarana air bersih dan jamban
keluarga. Melalui kegiatan ini, angka kematian bayi menurun secara nyata
meskipun tingkat penurunannya masih lebih rendah dibanding negara berkembang
lainnya.
3. 1980-an
: Kesehatan bagi Semua (Health for all/Primary health care)
Pengembangan
sistem kesehatan di kabupaten/kota madya dilakukan berdasarkan Peraturan
Pemerintah (PP) no. 7 tahun 1987, yang mengatur penyerahan sebagian urusan
kesehatan dan pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Walaupun demikian,
sebagian besar program kesehatan masih dikelola oleh pusat. Pendapatan
puskesmas dan rumah sakit umumnya diserahkan kepada pemerintah daerah.
Intensifikasi
pelayanan kesehatan dasar di kabupaten/kota madya dikembangkan berdasarkan
pemikiran agar seluruh penduduk dapat dicakup. Untuk mencapai ini, perencanaan,
manajemen, kerja sama lintas sektor, serta partisipasi masyarakat harus ditingkatkan.
Meskipun pembangunan kesehatan di kabupaten/kota madya mengacu pada kebijakan
dan strategi pusat, kebutuhan masyarakat setempat senantiasa diperhatikan.
Pengalaman negara lain di kawasan Asia Tenggara menunjukkan bahwa manajemen
yang kreatif dan partisipasi masyarakat yang nyata dapat ditimbulkan melalui
desentralisasi.
4. 1990-an
: Globalisasi
Tak
dapat disangkal bahwa isu globalisasi telah menjadi perdebatan yang cukup
hangat, baik ditingkat nasional maupun internasional, terutama sejak tahun
1990-an. Pesatnya perkembangan dan kemajuan di bidang teknologi informasi dan
komunikasi, diikuti pula oleh arus liberalisasi pasar dan swastanisasi. Tidak
ada satupun negara yang luput dari dampak globalisasi.
Di
bidang kesehatan, desentralisasi pembiayaan melalui pemberian hibah yang luwes
yang merupakan suatu wacana penting bagi pemerintah pusat, organisasi
internasional, dan para donor. Bukti yang ada selama ini menunjukkan bahwa
reformasi kesehatan akan berhasil jika perhatian utama ditujukan langsung kepada
perilaku pemberi layanan seperti rumah sakit dan dokternya.
Globalisasi
menekankan cara melakukan reformasi melalui pengurangan biaya kesehatan. Tentu
saja, ada dampak positif dari globalisasi. Misalnya, teknologi kesehatan,
terutama pengembangan vaksin dan obat baru, melalui berbagai aliansi global
menjadi lebih mudah tersedia dan terjangkau. Globalisasi telah memengaruhi
pembangunan kesehatan masyarakat di semua negara jauh lebih besar dari era
sebelumnya. Di bidang kesehatan, kemajuan sangatlah luar biasa. Penyakit cacar
dan cacing guinea telah dapat dibasmi dari kawasan ini. Penyakit polio telah
hampir berhasil dimusnahkan di banyak negara, termasuk di Indonesia.
Namun,
globalisasi juga menimbulkan banyak masalah. Si kaya bertambah kaya dan si
miskin bertambah miskin. Kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin
melebar. Infrastruktur dan teknologi kesehatan semakin modern, tetapi, biaya
opersionalnya masih terlalu tinggi dan sulit dijangkau oleh sebagian besar
masyarakat. Kemajuan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran telah
meningkatkan harapan dan tuntutan masyarakat. Namun, rendahnya kemampuan
masyarakat untuk membayar pelayanan kesehatan telah membuat masyarakat
kecewa.
Peran
Pemerintah Terhadap Desentralisasi Kesehatan
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah
cukup berhasil merumuskan persoalan kesehatan, sebagai sebuah bidang yang harus
mendapat perhatian serius. Ini karena
persoalan kesehatan termasuk dalam UU
1945 pasal 28 H ayat (1) dan pasal 34 ayat(3), hasil amandemen yang
menempatkan status kesehatan sebagai hak asasi manusia sekligus hak dasar. Juga
ditmbah dengan uu no.23 tahun 1992 tentang kesehatan.
Tentu saja, dalam pelaksanaannya, apa
yang telah dimuat dalam UU
1945 yang menjadi sumber hukum dan perundang-undangan tertinggi dinegara kita-tidak
lantas menjadi pasal-pasal yang hanya
tertulis dalam buku, namun tidak dimanifestasikan dalam wujud nyata. Pernyataan
ini harus dibarengi dengan segenap upaya pemerintah sebagai penyelenggara
negara dalam merumuskan politik dan kebijakan kesehatan yang menyeluruh lapisan
masyarakat. Pemerintah dan masyarakat harus saling mengisi dalam upaya
penyelenggaraan layanan kesehatan yang merata, menyeluruh dan terjangkau. Upaya
ini dapat dimulai dengan mengaitkan berbagai aspek dalam setiap kegiatan
promosi, pemberian pelayanan, hingga riset dan penelitian di bidang kesehatan.
Selain itu, seluruh kegiatan diberbagai sektor pembangunan juga harus mulai
memerhatikan dan menyertakan aspek
kesehatan didalamnya.
Dalam hal penyediaan layanan kesehatan,
politik kesehatan negara seyogianya diarahkan secara terus menerus pada
perluasan upaya preventif dan promotif, ketimbang tindakan kuratif dan
rehabilitatif. Dalam hal ini, tidak berarti upaya prelayanan kesehatan berbasis tindakan medis
menjadi tidak penting. Hal ini tetap menjadi sebuah keharusan. Namun, jika
upaya peningkatan kesehatan masyarakat dapat mencegah penyebaran penyakit yang
meliputi suatu desa atau kawasan, tentu hal ini menjadi lebih menguntungkan dibanding menyembuhkan.
2.6 Setelah Health Politics (Politik
Kesehatan)
Health politics, atau politik kesehatan,
harus senantiasa diikuti dengan kebijakan
kesehatan (health policies) secara menyeluruh. Kebijakan dibidang kesehatan nantinya akan
mengawal setiap kegiatan dan
upaya yang diperlukan dalam upaya yang
di perlukan dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang
terprogram, terencana, dan terpadu, yang hasilnya dirasakan oleh lapisan masyarakat. Pelayanan kesehatan
yang di maksudkan disini adalah aspek preventif
dan promotif didukung tindakan kuratif
dan rehabilitatif.
Sasaran dari politik kesehatan adalah rakyat, khususnya rakyat miskin. Dengan
politik kesehatan yang kuat, masyarakat miskin dapat terjamin dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan yang diperlukan. Alhasil , tujuan dari politik kesehatan yaitu menciptakan kesehatan
untuk semua (health
for all) dapat diwujudkan. Disamping perlunya
di wujudkan kesadaran , kemauan dan kemampuan
masyarakat untuk hidup sehat dan menjadi gerak masyarakat.
Politik kesehatan akan berhasil apabila
terwujudnya kebijakan-kebijakan
pemerintah khususnya di
kabupaten\kota yang konsisten pro rakyat miskin yang
akan memengaruhi
kebijakan-kebijakan pengalokasian anggaran dan pelayanan publik kesehatan sudah menjadi budaya, dan di terapkan secara sungguh-sungguh oleh seluruh pihak yang berkepentingan di
bidang kesehatan, dapat dipastikan, persoalan-persoalan dibidang kesehatan tidak akan lagi ditemui.
Pendekatan untuk melaksanakan kebijakan
yang berpihak kepada rakyat miskin harus dimulai dari perubahan paradigma para
penyelenggara pembangunan kesehatan, mulai tingkat pusat hingga ke desa dan
kelurahan. Perubahan paradigma hanya menjadikan kegiatan pelayanan kesehatan
sebagai bagian dari program berkala setiap tahun, menjadi upaya proaktif dalam
mengajak masyarakat untuk senantiasa hidup sehat. Perubahan paradigma ini
diperlukan untuk menumbuhkan dan memperkuat komitmen keberpihakkan
penyelenggara pelayan kesehatan kepada masyarakat miskin.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Politik
kesehatan adalah ilmu dan seni untuk memperjuangkan derajat kesehatan
masyarakat dalam suatu wilayah melalui sebuah sistem ketatanegaraan yang dianut
dalam sebuah wilayah atau negara untuk menciptakan masyarakat dan lingkungan
yang sehat secara keseluruhan.
Kemiskinan menjadi salah satu factor
terjadinya kesenjangan antara pemerintah dan masyarakat miskin. Persoalan
kesenjangan di bidang kesehatan dapat diatasi dengan memperkuat pelayanan
kesehaan masyarakat. Ini dikarenakan, masalah pembangunan kesehatan yang masih
berkutat pada persoalan kesehatan masyarakat. Pembangunan pelayanan kesehatan masyarakat sangat perlu untuk dalam hal
kemitraan, menjangkau mereka yang tak terjangkau dan melayani mereka yang tak
terlayani, dan untuk mengatasi beberapa masalah lainnya.
Politik
kesehatan harus senantiasa diikuti dengan kebijakan kesehatan (health policies) secara
menyeluruh. Kebijakan dibidang
kesehatan nantinya akan mengawal
setiap kegiatan dan upaya yang
diperlukan mengatasi masalah
kesehatan.
3.2 Kritik
dan Saran
Sebaiknya
makalah ini dilengkapi dengan materi-materi yang dapat memperkuat dan memberikan
informasi tentang Politik Kesehatan kepada para pembaca.
The best online casino - Karang Pintar
BalasHapusKarang Pintar, the best online casino. KATI kadangpintar PINTAR. One of the 카지노 first, best-loved gaming brands in South China. 메리트카지노 The number of games produced