Selasa, 29 November 2016

Politik Kesehatan

BAB I
PENDAHULUAN
            1.1              Latar Belakang
         Kesehatan adalah bagian dari politik oleh karena pelayanan kesehatan merupakan pelayanan publik yang seyogianya tidak hanya dijadikan sebagai kendaraan politik para calon atau kandidat kepala daerah. (Bambra et all, 2005). Sebuah studi yang dilakukan Navarro et all pada tahun 2006 meneguhkan korelasi antara ideologi politik suatu pemerintahan terhadap derajat kesehatan masyarakatnya, melalui kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahan tersebut. Konsep kesehatan yang dianut pemerintah kita saat ini, berbuah pembangunan kesehatan yang berbentuk pelayanan kesehatan individu, ketimbang layanan kesehatan komunitas yang lebih luas, program-program karitas yang bersifat reaktif seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) atau pengobatan gratis dan Jampersal.
           Dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 bagian Pembukaan butir b (menimbang); disebutkan bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan.
      Indikator peningkatan derajat kesehatan antara lain adalah meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya angka kematian ibu, angka kematian bayi dan balita, serta angka kesakitan (morbiditas). Untuk mewujudkan adanya transparansi, negara harus berperan aktif. Mengutip Release Media Indonesia tentang Politik dan kesejahteraan rakyat, Politik Kesehatan adalah kebijakan negara di bidang kesehatan. Yakni kebijakan publik yang disadari hak yang paling fundamental, yaitu sehat merupakan hak warga negara. Untuk mewujudkan hal itu, diperlukan keputusan politik yang juga sehat, yang diambil oleh pemerintah yang juga sehat secara politik.
            1.2              Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah, yaitu :
1.      Apa yang dimaksud dengan politik kesehatan?
2.      Bagaimana kemiskinan dan kesenjangan dalam bidang kesehatan?
3.      Apa peran penting pembangunan kesehatan masyarakat?
4.      Bagaimana desentralisasi kesehatan di Indonesia?
5.      Bagaimana peran pemerintah terhadap desentralisasi kesehatan?
6.      Bagaimana setelah politik kesehatan dikembangkan?
            1.3              Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan, yaitu :
1.      Untuk mengetahui pengertian politik kesehatan.
2.      Untuk mengetahui kemiskinan dan kesenjangan dalam bidang kesehatan.
3.      Untuk mengetahui peran penting pembangunan kesehatan masyarakat.
4.      Untuk mengetahui desentralisasi kesehatan di Indonesia.
5.      Untuk mengetahui peran pemerintah terhadap desentralisasi kesehatan.
6.      Untuk mengetahui apa yang akan terjadi setelah dikembangkannya politik kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Pengertian Politik Kesehatan
                                    Politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara), adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
                                    Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produkivitas secara sosial dan ekonomis.
                                    Politik kesehatan adalah ilmu dan seni untuk memperjuangkan derajat kesehatan masyarakat dalam suatu wilayah melalui sebuah sistem ketatanegaraan yang dianut dalam sebuah wilayah atau negara untuk menciptakan masyarakat dan lingkungan yang sehat secara keseluruhan.
2.2       Kemiskinan dan Kesenjangan dalam bidang Kesehatan
                                    Kesehatan adalah hak setiap manusia. Ini menjadi hak dasar yang melekat pada pada seseorang sejak dilahirkan. Oleh karena itu, akses terhadap pelayanan kesehatan dan peluang untuk hidup sehat seharusnya diterima oleh setiap orang, tanpa memandang status sosialnya, dengan tidak mempersoalkan dari suku mana ia berasal. Dalam kenyataannya, akses terhadap pelayanan kesehatan dan peluang untuk hidup sehat tidak seluruhnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Namun, setiap orang harus senantiasa berusaha mendapatkan hak dasar tersebut. Bagi mereka yang tergolong mampu, persoalan kesehatan jelas bukan urusan yang merisaukan. Mengapa? Karena mereka memiliki bekal dukungan sosial dan ekonomi yang dapat membuat mereka mudah mendapatkan pelayanan kesehatan.
Kemiskinan dan kesenjangan adalah masalah yang dihadapi oleh negara kita. Contohnya kemiskinan yang menimpa  Aik Lomak yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan kesusahan seorang nenek di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kemiskinan dapat dikatakan adalah tragedi bangsa. Kemiskinan tidak hanya dirasakan oleh seorang nenek. Nyatanya, kita dapat melihat bahwa di sekitar kita masih saja ada orang-orang yang tidak mendapatkan haknya.  Memang, pemerintah tidak tinggal diam melihat dan menyikapi kesenjangan dan kemiskinan yang ada. Dalam berbagai upaya yang dilakukan pemerintah, masih saja ada hal yang membuat sulitnya akses mendapatkan pelayanan kesehatan.
Kesenjangan dalam pelayanan kesehatan
                                    Di Indonesia dan beberapa negara berkembang lainnya, muncul kesenjangan di bidang pelayanan kesehatan yang terjadi karena adanya kondisi ketidaksampaian suatu upaya kesehatan kepada masyarakat yang disebabkan oleh berbagai faktor. Diantaranya faktor geografis, faktor ekonomi, faktor budaya, faktor politik dan faktor psikologis. Faktor-faktor ini yang kemudian menimbulkan kesenjangan yang menyebabkan semakin tidak terjangkaunya upaya kesehatan yang disediakan. Sebaliknya, masyarakat juga tidak memiliki kemampuan menjangkau upaya kesehatan yang tersedia. Akar permasalahan kesenjangan dalam bidang kesehatan adalah kemiskinan. Bagaimana kita mengatasi  kesenjangan ini?
Pendekatan kita dalam mengatasi kesenjangan ini khususnya di bidang kesehatan dapat diatasi berpacu pada Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 yang menetapkan bahwa hidup sehat adalah hak dasar dan hak asasi seluruh rakyat. Pemerintah berkewajiban memenuhi hak tersebut. Persoalan pelayanan kesehatan terkait dengan adanya akses masyarakat kepada pelayanan kesehatan yang disediakan.
2.3       Pentingnya Pembangunan Kesehatan Masyarakat
                        Persoalan kesenjangan di bidang kesehatan dapat diatasi dengan memperkuat pelayanan kesehaan masyarakat. Ini dikarenakan, masalah pembangunan kesehatan yang masih berkutat pada persoalan kesehatan masyarakat. Maka, penanganannya pun harus diupayakan dengan mengutamakan aspek preventif dan promotif yang didukung oleh tindakan kuratif dan rehabilitatif.
Kemitraan
Selain melalui pemberdayaan dan pembangunan kesehatan masyarakat, kesenjangan di bidang kesehatan dapat diminimalisasi melalui kemitraan. Kemitraan merupakan sarana yang penting dalam upaya meningkatkan solidaritas dan percepatan akses informasi.
Belajar dari negara lain
Pentingnya upaya mengatasi kesenjangan sangat terkait dengan proses penyebaran penyakit yang berlangsung dengan sangat cepat. Di masa lalu, proses penyebaran penyakit membutuhkan waktu yang cukup lama. Namun, sekarang ini, mobilitas manusia yang tinggi turut membuat penyebaran penyakit berlangsung singkat.
Menjangkau yang tak terjangkau, melayani yang tak terlayani
Dalam mengatasi kesenjangan, inti persoalannya adalah bagaimana praktisi dan petugas di bidang kesehatan dapat menjangkau mereka yang tidak terjangkau, melayani yang tidak terlayani dan mereka yang miskin dan terpinggirkan.
Persoalan pembangunan kesehatan yang paling utama adalah menjangkau mereka yang tidak terjangkau ini. Masyarakat miskin selayaknya memperoleh pelayanan kesehatan karena ketiadaan akses mereka untuk mendapatkannya. Negara-negara yang mampu menurunkan angka kemiskinan akan dapat meraih pencapaian status kesehatan masyarakat yang tinggi. Hal ini akan berdampak langsung terhadap penurunan angka kematian serta peningkatan angka usia harapan hidup. Kesehatan merupakan tujuan fundamental dari pembangunan, sekaligus sarana untuk mempercepat dan mempertahankannya.
Indonesia : Dulu dan Kini
Sekarang ini, setelah menderita cukup lama akibat hantaman krisis ekonomi dan keuangan di tahun 1990-an, Indonesia boleh dikatakan tertinggal dari negara-negara yang lain. Tak hanya di bidang kesehatan, tetapi juga dalam bidang-bidang lainnya.
Beberapa masalah lain
Persoalan krusial lain yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah korupsi yang berdampak juga pada kemiskinan rakyat. Budaya korupsi hampir semuaa terjadi dalam bidang kehidupan dan sangat sulit diberantas. Penyakit korupsi menjadi salah satu penyebab kerusakan yang diderita oleh semua masyarakat dan bangsa Indonesia.
Peluang terjadinya kesenjangan juga semakin terbuka lebar dengan adanya otonomi daerah, yang sedikit banyak berpengaruh pada alokasi penempatan dokter di daerah. Semua persoalan yang terkait dengan kesenjangan, kemiskinan, dan ketersediaan pelayanan dan peluang untuk dapat hidup sehat untuk masyarakat miskin harus menjadi pemikiran bersama. Pemberdayaan rakyat untuk mengatasi kebijakan yang justru mengekang perkembangan kemampuan rakyat sangat diperlukan dan oleh karenanya dibutuhkan Health Politics.
Desentralisasi Kesehatan di Indonesia
Keputusan untuk memberlakukan desentralisasi di bidang kesehatan pada umumnya tidak dibuat oleh bidang kesehatan itu sendiri. Pertimbangan politik selalu mewarnai proses desentralisasi kesehatan. Desentralisasi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pemerataan, efisiensi, dan peningkatan kualitas sistem kesehatan rakyat. Dalam praktek, belum banyak bukti yang menunjukkan bahwa desentralisasi kesehatan meningkatkan kinerja sistem kesehatan daerah.
Sejarah perkembangan sistem kesehatan di Indonesia sebenarnya telah berjalan cukup lama, sejalan dengan usia negara Republik Indonesia. Evolusi desentralisasi kesehatan telah berjalan seiring dengan evolusi di bidang politik, sosial-ekonomi, dan status kesehatan dalam kurun 50 tahun terakhir ini.
Desentralisasi kesehatan di Indonesia secara lebih luas dilaksanakan setelah dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999, PP no. 25 tahun 2000, serta SE MENKES No. 1107/Menkes/E/VII/2000. UU No. 22 tahun 1999 pasal 1 huruf H menyebutkan “otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat (termasuk bidang kesehatan), menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Menurut peraturan perundang-undangan, desentralisasi bidang kesehatan di Indonesia menganut semua jenis desentralisasi, termasuk dalam hal ini demokrasi, devolusi, delegasi, dan privatisasi. Hal ini terlihat dari masih adanya kewenangan pemerintah pusat yang dikonsentrasikan di daerah provinsi melalui Dinas Kesehatan Provinsi. Selain itu, berdasarkan SE Menkes/E/VII/2000 disebutkan beberapa tugas yang mungkin tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota dapat diserahkan ke tingkat yang lebih tinggi.
Namun, untuk memperjelas pemahaman tentang penerapan desentralisasi kesehatan di Indonesia, setidaknya uraian tentang perkembangan desentralisasi kesehatan di Indonesia dapat di bagi menjadi empat bagian :
1.      1950-1960 : Pembangunan Kesehatan di Kabupaten
Sistem pelayanan kesehatan yang sifatnya sentralistik yang diciptakan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda ternyata terus berlanjut dan diterapkan oleh pemerintah negeri RI, segera setelah merdeka. Upaya kesehatan masyarakat, terutama dalam hal pencegahan dan pemberantasan penyakit menular masih menjadi inisiatif pemerintah pusat. Beberapa program pengentasan penyakit menular seperti pembasmian penyakit cacar, eliminasi penyakit patek, dan penyakit kelamin membuahkan hasil baik dilaksanakan secara nasional.
Pemerintah provinsi, kabupaten dan kota hanya memiliki peran kecil. Misalnya dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit, Balai pengobatan dan Kesehatan Ibu Anak (BP-KIA), atau upaya kesehatan lingkungan, termasuk pencegahan dan pemberantasan penyakit merupakan bagian dari pelayanan dinas kesehatan dan dinas kebersihan. BP-KIA sudah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan semakin berkembang. Pelayanan kesehatan untuk ibu dan anak kemudian diperluas sampai ke tingkat pedesaan. Perluasan jangkauan pelayanan ini telah menghasilkan penurunan kematian bayi yang cukup signifikan, dari 160 pada tahun 1950 menjadi 48 per seribu kelahiran hidup tahun 1995-2000.
2.    1970-an : Sentralisasi
Pada periode 1970-1980, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena naiknya harga minyak bumi dan gas alam. Di bidang kesehatan, cakupan pelayanan kesehatan ditingkatkan melalui pembagunan rumah sakit, puskesmas, dan puskesmas pembantu, baik di kota maupun di desa-desa. Sistem kesehatan di kabupaten dan kota madya dikembangkan dalam konteks Sistem Kesehatan Nasional.
Berbagai upaya dilaksanakan untuk memperluas cakupan upaya peningkatan kesehatan (health promotion) dan pencegahan penyakit sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat. Salah satu upaya kesehatan yang dilaksanakan adalah imunisasi untuk pencegahan sebagian besar penyakit yang menyerang anak, seperti campak, TB paru, difteria, dan tetanus, serta penyediaan sarana air bersih dan jamban keluarga. Melalui kegiatan ini, angka kematian bayi menurun secara nyata meskipun tingkat penurunannya masih lebih rendah dibanding negara berkembang lainnya.
3.    1980-an : Kesehatan bagi Semua (Health for all/Primary health care)
Pengembangan sistem kesehatan di kabupaten/kota madya dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) no. 7 tahun 1987, yang mengatur penyerahan sebagian urusan kesehatan dan pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Walaupun demikian, sebagian besar program kesehatan masih dikelola oleh pusat. Pendapatan puskesmas dan rumah sakit umumnya diserahkan kepada pemerintah daerah.
Intensifikasi pelayanan kesehatan dasar di kabupaten/kota madya dikembangkan berdasarkan pemikiran agar seluruh penduduk dapat dicakup. Untuk mencapai ini, perencanaan, manajemen, kerja sama lintas sektor, serta partisipasi masyarakat harus ditingkatkan. Meskipun pembangunan kesehatan di kabupaten/kota madya mengacu pada kebijakan dan strategi pusat, kebutuhan masyarakat setempat senantiasa diperhatikan. Pengalaman negara lain di kawasan Asia Tenggara menunjukkan bahwa manajemen yang kreatif dan partisipasi masyarakat yang nyata dapat ditimbulkan melalui desentralisasi.
4.    1990-an : Globalisasi
Tak dapat disangkal bahwa isu globalisasi telah menjadi perdebatan yang cukup hangat, baik ditingkat nasional maupun internasional, terutama sejak tahun 1990-an. Pesatnya perkembangan dan kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi, diikuti pula oleh arus liberalisasi pasar dan swastanisasi. Tidak ada satupun negara yang luput dari dampak globalisasi.
Di bidang kesehatan, desentralisasi pembiayaan melalui pemberian hibah yang luwes yang merupakan suatu wacana penting bagi pemerintah pusat, organisasi internasional, dan para donor. Bukti yang ada selama ini menunjukkan bahwa reformasi kesehatan akan berhasil jika perhatian utama ditujukan langsung kepada perilaku pemberi layanan seperti rumah sakit dan dokternya.
Globalisasi menekankan cara melakukan reformasi melalui pengurangan biaya kesehatan. Tentu saja, ada dampak positif dari globalisasi. Misalnya, teknologi kesehatan, terutama pengembangan vaksin dan obat baru, melalui berbagai aliansi global menjadi lebih mudah tersedia dan terjangkau. Globalisasi telah memengaruhi pembangunan kesehatan masyarakat di semua negara jauh lebih besar dari era sebelumnya. Di bidang kesehatan, kemajuan sangatlah luar biasa. Penyakit cacar dan cacing guinea telah dapat dibasmi dari kawasan ini. Penyakit polio telah hampir berhasil dimusnahkan di banyak negara, termasuk di Indonesia.
Namun, globalisasi juga menimbulkan banyak masalah. Si kaya bertambah kaya dan si miskin bertambah miskin. Kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin melebar. Infrastruktur dan teknologi kesehatan semakin modern, tetapi, biaya opersionalnya masih terlalu tinggi dan sulit dijangkau oleh sebagian besar masyarakat. Kemajuan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran telah meningkatkan harapan dan tuntutan masyarakat. Namun, rendahnya kemampuan masyarakat untuk membayar pelayanan kesehatan telah membuat masyarakat kecewa. 
Peran Pemerintah Terhadap Desentralisasi Kesehatan
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah cukup berhasil merumuskan persoalan kesehatan, sebagai sebuah bidang yang harus mendapat perhatian serius. Ini karena persoalan kesehatan termasuk dalam UU 1945 pasal 28 H ayat (1) dan pasal 34 ayat(3), hasil amandemen yang menempatkan status kesehatan sebagai hak asasi manusia sekligus hak dasar. Juga ditmbah dengan uu no.23 tahun 1992 tentang kesehatan. 
Tentu saja, dalam pelaksanaannya, apa yang telah dimuat dalam UU 1945 yang menjadi sumber hukum dan perundang-undangan tertinggi dinegara kita-tidak lantas menjadi  pasal-pasal yang hanya tertulis dalam buku, namun tidak dimanifestasikan dalam wujud nyata. Pernyataan ini harus dibarengi dengan segenap upaya pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam merumuskan politik dan kebijakan kesehatan yang menyeluruh lapisan masyarakat. Pemerintah dan masyarakat harus saling mengisi dalam upaya penyelenggaraan layanan kesehatan yang merata, menyeluruh dan terjangkau. Upaya ini dapat dimulai dengan mengaitkan berbagai aspek dalam setiap kegiatan promosi, pemberian pelayanan, hingga riset dan penelitian di bidang kesehatan. Selain itu, seluruh kegiatan diberbagai sektor pembangunan juga harus mulai memerhatikan  dan menyertakan aspek kesehatan didalamnya.
Dalam hal penyediaan layanan kesehatan, politik kesehatan negara seyogianya diarahkan secara terus menerus pada perluasan upaya preventif dan promotif, ketimbang tindakan kuratif dan rehabilitatif. Dalam hal ini, tidak berarti upaya  prelayanan kesehatan berbasis tindakan medis menjadi tidak penting. Hal ini tetap menjadi sebuah keharusan. Namun, jika upaya peningkatan kesehatan masyarakat dapat mencegah penyebaran penyakit yang meliputi suatu desa atau kawasan, tentu hal ini menjadi lebih menguntungkan  dibanding menyembuhkan.
2.6       Setelah Health Politics (Politik Kesehatan)
Health politics, atau politik kesehatan, harus senantiasa diikuti dengan kebijakan  kesehatan (health policies) secara menyeluruh.  Kebijakan dibidang kesehatan  nantinya akan  mengawal  setiap kegiatan dan upaya  yang diperlukan dalam upaya yang di perlukan  dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang terprogram, terencana, dan terpadu, yang hasilnya dirasakan  oleh lapisan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang di maksudkan disini adalah  aspek preventif dan promotif  didukung tindakan kuratif dan rehabilitatif.
Sasaran dari politik  kesehatan adalah  rakyat, khususnya rakyat miskin. Dengan politik kesehatan yang kuat, masyarakat miskin dapat terjamin dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang diperlukan. Alhasil , tujuan dari  politik kesehatan yaitu menciptakan kesehatan untuk semua (health for all) dapat diwujudkan. Disamping  perlunya di wujudkan kesadaran , kemauan dan kemampuan  masyarakat untuk hidup sehat dan menjadi gerak masyarakat.
Politik kesehatan akan berhasil apabila terwujudnya kebijakan-kebijakan  pemerintah khususnya  di kabupaten\kota  yang konsisten pro rakyat  miskin yang  akan memengaruhi  kebijakan-kebijakan pengalokasian anggaran  dan pelayanan publik  kesehatan sudah menjadi budaya,  dan di terapkan secara sungguh-sungguh  oleh seluruh pihak yang berkepentingan di bidang kesehatan,  dapat dipastikan,   persoalan-persoalan dibidang kesehatan  tidak akan lagi ditemui.
Pendekatan untuk melaksanakan kebijakan yang berpihak kepada rakyat miskin harus dimulai dari perubahan paradigma para penyelenggara pembangunan kesehatan, mulai tingkat pusat hingga ke desa dan kelurahan. Perubahan paradigma hanya menjadikan kegiatan pelayanan kesehatan sebagai bagian dari program berkala setiap tahun, menjadi upaya proaktif dalam mengajak masyarakat untuk senantiasa hidup sehat. Perubahan paradigma ini diperlukan untuk menumbuhkan dan memperkuat komitmen keberpihakkan penyelenggara pelayan kesehatan kepada masyarakat miskin. 
                                                  BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan 
Politik kesehatan adalah ilmu dan seni untuk memperjuangkan derajat kesehatan masyarakat dalam suatu wilayah melalui sebuah sistem ketatanegaraan yang dianut dalam sebuah wilayah atau negara untuk menciptakan masyarakat dan lingkungan yang sehat secara keseluruhan.
Kemiskinan menjadi salah satu factor terjadinya kesenjangan antara pemerintah dan masyarakat miskin. Persoalan kesenjangan di bidang kesehatan dapat diatasi dengan memperkuat pelayanan kesehaan masyarakat. Ini dikarenakan, masalah pembangunan kesehatan yang masih berkutat pada persoalan kesehatan masyarakat. Pembangunan pelayanan kesehatan masyarakat sangat perlu untuk dalam hal kemitraan, menjangkau mereka yang tak terjangkau dan melayani mereka yang tak terlayani, dan untuk mengatasi beberapa masalah lainnya.
Politik kesehatan harus senantiasa diikuti dengan kebijakan  kesehatan (health policies) secara menyeluruh.  Kebijakan dibidang kesehatan  nantinya akan  mengawal  setiap kegiatan dan upaya  yang diperlukan mengatasi masalah kesehatan.
3.2       Kritik dan Saran
          Sebaiknya makalah ini dilengkapi dengan materi-materi yang dapat memperkuat dan memberikan informasi tentang Politik Kesehatan kepada para pembaca.
  



1 komentar:

  1. The best online casino - Karang Pintar
    Karang Pintar, the best online casino. KATI kadangpintar PINTAR. One of the 카지노 first, best-loved gaming brands in South China. 메리트카지노 The number of games produced

    BalasHapus